Senin, 01 September 2014

RINDU BAITURRAHMAN

Memandang jauh ke arah langit
Biru muda sebening air laut
Nampak barisan awan putih menghiasi
Menemani sang matahari menyapa panasnya bumi
Hangat seperti perlindungan yang Allah berikan
Seperti selimut yang menyelimuti hati nurani
Janji Allah yang selalu Always On
Selalu hadir kepada segenap penggemarnya
Itulah seberkas cinta sesungguhnya
Selembut awan walaupun kenyataannya hampa
Sebiru langit walaupun di atas langit masih ada langit
Teringat akan kepulangan
Pulang untuk menitipkan rindu

Rindu,
Sebuah kata yang simple tapi menggemaskan bukan?? Ya rindu itulah yang menuju ke muara, ke pada siapa, ke mana, bagaimana, dan mengapa muncul kata rindu. Dua hari sebelum keberangkatanku ke Banjarmasin, rinduku menggebu-gebu padahal itu belum lepas landas dari belahan bumi asal aku dibesarkan. Melepas penat dan perasaan tak tenang yang sudah tak terbendung menitikkan air mata, layaknya hujan deras yang mengguyur daratan tandus nan kering, kemudian air mata itu mengalir deras menyusuri daratan rendah dan menghanyutkan senyum yang manis. Alhamdulillah, Allah Yang Maha Mengetahui memahami hatiku dari sudut keegoisan terhadapNya, mungkin sudah tuntunan darinya untuk menengok dan memasuki masjid, well well Masjid Baiturahman Semarang. Terletak di pusat kota, menatap dengan tajam Mall, berdiri kokoh mendampingi Lapangan Simpang Lima, mendengarkan secara saksama suara keramaian kunyahan pengunjung foodcourt, tersenyum lebar kepada calon penghuni surga yang singgah di dirinya, itulah Masjid Baiturrahman.
Tak tahu mengapa hati nuraniku terpesona dengan masjid itu, rindu dengan masjid itu, Subhanallah indahnya tempat untuk bertemu denganMu Ya Allah Azza Wa Jalla. Berusaha untuk mencariMu dan menempatkanMu di hatiku walaupun kadang tergoda untuk pergi ngeMall, jalan-jalan sambil bersenda gurau dan menghabiskan malam di lapangan yang gemerlap itu. Masih mencari-cari alasan yang tepat mengapa aku perhatian dengan masjid ini. Kenapa pula aku sering pergi ke masjid ini, padahal cuma masjid, ya hanya masjid, apa bedanya dengan masjid lain? Jujur saja bahwa banyak hal yang tak kulakukan selama berada di masjid, setelah selesai sholat langsung melipat mukena dan bergegas pergi untuk nongkrong di halaman depan sembari memesan tahu campur, Astagfirullah. Setan apa yang telah merasukiku dulu, hingga lupa berdzikir karena urusan perut.
Masih terngiang pertanyaan dari Kak ai (........), kakak q yang diciptakan Allah SWT dengan segala kelebihan dan kekurangan sama halnya dengan diriku. “Kenapa sering pergi ke Masjid Baiturahman? Kenapa ga nyoba ke Masjid Agung? Toh megah Masjid Agung kan?”
Deg!! Gleg!! Seperti pertanyaan yang gampang di jawab tapi tak bisa ku jawab dengan alasan yang tepat.
Langsung Kak ai membalas whatsapp ku tanpa menunggu jawaban dariku,
“Karena setelah habis dari masjid bisa langsung pergi ke Mall.”
Hatiku berontak karena bukan tipe seperti itu, yang selalu butuh hiburan ke pusat perbelanjaan.
Setiap hari menggali hatiku sendiri, memecah kebuntuan otakku, menerawang jauh tiap mengucapkan “subhanaka inni kuntum minadholimin”. Inilah pemberontakan itu, hingga pada akhirnya tibalah jawaban itu muncul dengan sendirinya atas dasar rindu. Pemberontakan yang terjadi karena kebutuhan dunia dan akhirat itu dibedakan secara frontal, karena tak diselaraskan dengan seimbang. Padahal manusia diciptakan untuk mencintai dan merindukan Allah Yang Maha Disembah bukan malah ditinggalkan karena fatamorgana semata, yang tidak mutlak untuk dimiliki karena hanya titipan saja. Atas nama cinta yang abadi hingga tiba saatnya jiwa kita jauh dari raga, cinta kita sesungguhnya kepada Allah, beginilah jawabanku atas pertanyaan tak terduga dari Kak Ai.
Ada orang yang sengaja ke masjid untuk beribadah kepada Allah, beribadah dengan cara yang sama yaitu sholat, tapi bedanya apakah setiap orang yang datang ke masjid itu bisa menghadirkan Allah di setiap sholat dan doanya? Kadang kita, termasuk aku sendiri mengaku islam dan mengerjakan sholat sebagai cara menuju surga tapi tak menghadirkan cinta kepadaNya, masih tergesa-gesa sholatnya, memikirkan urusan dunia, seperti uang yang tertinggal di mobil, sandal baru yang belum diamankan usai berwudhu, pekerjaan di kantor yang belum beres, anak yang sedang sakit, dan lain-lain.
Padahal kita berada di masjid, tempat yang benar-benar menyejukkan hati, isi kepala, dan mengolah raga kita agar tetap sehat jasmani serta rohani.
Mengapa masjid ini masih saja terlihat sepi di tengah keramaian. Usai sholat dan berdoa, kuparkirkan diriku di tangga masjid paling atas, duduk termangu menatap pusat kota. Merasakan hembusan angin senja yang sebentar lagi menjadi gelap. Kegelapan yang membawaku melihat secara nyata, inilah dunia. Dunia yang hanya titipan, semu belaka. Kubiarkan pikiranku menerawang jauh, menatap sekelilingku, membiarkan temanku yang asyik SMS an dengan kekasihnya.
Masjid Baiturrahman, kekokohannya dikelilingi pengaruh globalisasi, memanggil rindu kepada Sang Khalik, Allah SWT. Dihadapkan dengan Mall tersibuk dan terpadat dengan urusan jual beli. Ketika adzan berkumandang berjibaku untuk menarik pengunjung Mall agar menghentikan jual beli dan masuk ke dalamnya, ke rumah Allah. Subhanallah. Tapi banyak sekali yang menghiraukan, ibarat telinga mereka tertutup alunan musik, mata mereka memandang kemolekan tubuh dan paras pengunjung lain serta tayangan film, tangan mereka bergerak memasukkan makanan dan menghamburkan uang. Naudzubillahimindzalik.
Sama halnya dengan di luar Mall, ada saja tingkah anak muda yang asik bercengkrama tanpa menyadari hadirnya masjid itu untuk sekedar menyapa Allah yang telah menghidupkannya dan memberinya segala sesuatu termasuk napas. Bergandengan tangan, merangkul yang bukan muhrimnya, naudzubillahimindzalik.
Hiruk pikuknya penikmat makanan, setelah kenyang enggan ke masjid, kadang tak pelak enggan untuk menatap bapak penjual air minum lesehan yang mungkin dia belum makan atau anak penjual koran yang mungkin dia belum merasakan nasi dengan lauk yang enak.
Ah semua itu,,,, “hmm semua itu tergantung individu masing-masing.” Celetuk temanku. Ya memang itu hak orang lain, orang yang mengaku islam tapi tak mencerminkan keislamannya. Bukankan islam itu indah, sesuai ajaran Rosulullah atas dasar Alqur’an. Memang itu hak setiap orang, tapi apakah mereka lupa akan hak dari Sang Pencipta. Bahkan hak Allah lebih mutlak, apakah Nabi Muhammad pernah mengajarkan sholat itu hak kita kepada Allah, maka silakan dilakukan bagi yang merasa berhak? Heii ingat, Sholat adalah kewajiban! Setiap orang tidak berhak meninggalkan sholat. Titik. Sholat adalah tiang agama, kalau tiang itu bengkok atau bahkan rubuh, hilanglah pegangan hidup.
Itulah mengapa rinduku kepada Masjid Baiturrahman, kutitipkan rinduku kepada Allah Yang Maha Mengetahui dan Mendengar agar rindu ini tetap terjaga dan tak berlebihan, agar tetap berkonsentrasi kepada rindu yang sesungguhnya yaitu rumah , rumah masa depan untuk berjumpa dengan Allah.
Begitu kontras bukan? Urusan dunia akan habis oleh waktu, tinggal kapan titipan itu diambil kembali oleh yang berhak. Urusan dunia sudah diatur, tak perlu khawatir, selama mengejar akhirat dengan mengingat Allah, urusan dunia akan mengikutimu selama kamu hidup. Hadirkan Allah disetiap waktu, karena kematian sudah pasti datang.

Ya Allah, Titip Rindu Masjid Baiturrahman Semarang ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar