Memandang jauh ke arah langit
Biru muda sebening air laut
Nampak barisan awan putih menghiasi
Menemani sang matahari menyapa panasnya
bumi
Hangat seperti perlindungan yang Allah
berikan
Seperti selimut yang menyelimuti hati
nurani
Janji Allah yang selalu Always On
Selalu hadir kepada segenap penggemarnya
Itulah seberkas cinta sesungguhnya
Selembut awan walaupun kenyataannya
hampa
Sebiru langit walaupun di atas langit
masih ada langit
Teringat akan kepulangan
Pulang untuk menitipkan rindu
Rindu,
Sebuah
kata yang simple tapi menggemaskan bukan?? Ya rindu itulah yang menuju ke
muara, ke pada siapa, ke mana, bagaimana, dan mengapa muncul kata rindu. Dua
hari sebelum keberangkatanku ke Banjarmasin, rinduku menggebu-gebu padahal itu
belum lepas landas dari belahan bumi asal aku dibesarkan. Melepas penat dan
perasaan tak tenang yang sudah tak terbendung menitikkan air mata, layaknya
hujan deras yang mengguyur daratan tandus nan kering, kemudian air mata itu
mengalir deras menyusuri daratan rendah dan menghanyutkan senyum yang manis.
Alhamdulillah, Allah Yang Maha Mengetahui memahami hatiku dari sudut keegoisan
terhadapNya, mungkin sudah tuntunan darinya untuk menengok dan memasuki masjid,
well well Masjid Baiturahman Semarang. Terletak di pusat kota, menatap dengan
tajam Mall, berdiri kokoh mendampingi Lapangan Simpang Lima, mendengarkan
secara saksama suara keramaian kunyahan pengunjung foodcourt, tersenyum lebar
kepada calon penghuni surga yang singgah di dirinya, itulah Masjid Baiturrahman.
Tak
tahu mengapa hati nuraniku terpesona dengan masjid itu, rindu dengan masjid itu,
Subhanallah indahnya tempat untuk
bertemu denganMu Ya Allah Azza Wa Jalla. Berusaha untuk mencariMu dan menempatkanMu
di hatiku walaupun kadang tergoda untuk pergi ngeMall, jalan-jalan sambil
bersenda gurau dan menghabiskan malam di lapangan yang gemerlap itu. Masih
mencari-cari alasan yang tepat mengapa aku perhatian dengan masjid ini. Kenapa
pula aku sering pergi ke masjid ini, padahal cuma masjid, ya hanya masjid, apa
bedanya dengan masjid lain? Jujur saja bahwa banyak hal yang tak kulakukan
selama berada di masjid, setelah selesai sholat langsung melipat mukena dan
bergegas pergi untuk nongkrong di halaman depan sembari memesan tahu campur,
Astagfirullah. Setan apa yang telah merasukiku dulu, hingga lupa berdzikir
karena urusan perut.
Masih
terngiang pertanyaan dari Kak ai (........), kakak q yang
diciptakan Allah SWT dengan segala kelebihan dan kekurangan sama halnya dengan
diriku. “Kenapa sering pergi ke Masjid Baiturahman? Kenapa ga nyoba ke Masjid
Agung? Toh megah Masjid Agung kan?”
Deg!!
Gleg!! Seperti pertanyaan yang gampang di jawab tapi tak bisa ku jawab dengan
alasan yang tepat.
Langsung
Kak ai membalas whatsapp ku tanpa menunggu jawaban dariku,
“Karena
setelah habis dari masjid bisa langsung pergi ke Mall.”
Hatiku
berontak karena bukan tipe seperti itu, yang selalu butuh hiburan ke pusat
perbelanjaan.
Setiap
hari menggali hatiku sendiri, memecah kebuntuan otakku, menerawang jauh tiap
mengucapkan “subhanaka inni kuntum minadholimin”. Inilah pemberontakan itu,
hingga pada akhirnya tibalah jawaban itu muncul dengan sendirinya atas dasar
rindu. Pemberontakan yang terjadi karena kebutuhan dunia dan akhirat itu dibedakan
secara frontal, karena tak diselaraskan dengan seimbang. Padahal manusia diciptakan
untuk mencintai dan merindukan Allah Yang Maha Disembah bukan malah ditinggalkan
karena fatamorgana semata, yang tidak mutlak untuk dimiliki karena hanya
titipan saja. Atas nama cinta yang abadi hingga tiba saatnya jiwa kita jauh
dari raga, cinta kita sesungguhnya kepada Allah, beginilah jawabanku atas
pertanyaan tak terduga dari Kak Ai.
Ada
orang yang sengaja ke masjid untuk beribadah kepada Allah, beribadah dengan
cara yang sama yaitu sholat, tapi bedanya apakah setiap orang yang datang ke
masjid itu bisa menghadirkan Allah di setiap sholat dan doanya? Kadang kita, termasuk
aku sendiri mengaku islam dan mengerjakan sholat sebagai cara menuju surga tapi
tak menghadirkan cinta kepadaNya, masih tergesa-gesa sholatnya, memikirkan
urusan dunia, seperti uang yang tertinggal di mobil, sandal baru yang belum
diamankan usai berwudhu, pekerjaan di kantor yang belum beres, anak yang sedang
sakit, dan lain-lain.
Padahal
kita berada di masjid, tempat yang benar-benar menyejukkan hati, isi kepala,
dan mengolah raga kita agar tetap sehat jasmani serta rohani.
Mengapa
masjid ini masih saja terlihat sepi di tengah keramaian. Usai sholat dan
berdoa, kuparkirkan diriku di tangga masjid paling atas, duduk termangu menatap
pusat kota. Merasakan hembusan angin senja yang sebentar lagi menjadi gelap.
Kegelapan yang membawaku melihat secara nyata, inilah dunia. Dunia yang hanya
titipan, semu belaka. Kubiarkan pikiranku menerawang jauh, menatap sekelilingku,
membiarkan temanku yang asyik SMS an dengan kekasihnya.
Masjid
Baiturrahman, kekokohannya dikelilingi pengaruh globalisasi, memanggil rindu
kepada Sang Khalik, Allah SWT. Dihadapkan dengan Mall tersibuk dan terpadat
dengan urusan jual beli. Ketika adzan berkumandang berjibaku untuk menarik
pengunjung Mall agar menghentikan jual beli dan masuk ke dalamnya, ke rumah
Allah. Subhanallah. Tapi banyak
sekali yang menghiraukan, ibarat telinga mereka tertutup alunan musik, mata
mereka memandang kemolekan tubuh dan paras pengunjung lain serta tayangan film,
tangan mereka bergerak memasukkan makanan dan menghamburkan uang. Naudzubillahimindzalik.
Sama
halnya dengan di luar Mall, ada saja tingkah anak muda yang asik bercengkrama
tanpa menyadari hadirnya masjid itu untuk sekedar menyapa Allah yang telah
menghidupkannya dan memberinya segala sesuatu termasuk napas. Bergandengan
tangan, merangkul yang bukan muhrimnya, naudzubillahimindzalik.
Hiruk
pikuknya penikmat makanan, setelah kenyang enggan ke masjid, kadang tak pelak enggan
untuk menatap bapak penjual air minum lesehan yang mungkin dia belum makan atau
anak penjual koran yang mungkin dia belum merasakan nasi dengan lauk yang enak.
Ah
semua itu,,,, “hmm semua itu tergantung individu masing-masing.” Celetuk
temanku. Ya memang itu hak orang lain, orang yang mengaku islam tapi tak
mencerminkan keislamannya. Bukankan islam itu indah, sesuai ajaran Rosulullah atas
dasar Alqur’an. Memang itu hak setiap orang, tapi apakah mereka lupa akan hak
dari Sang Pencipta. Bahkan hak Allah lebih mutlak, apakah Nabi Muhammad pernah
mengajarkan sholat itu hak kita kepada Allah, maka silakan dilakukan bagi yang
merasa berhak? Heii ingat, Sholat adalah kewajiban! Setiap orang tidak berhak
meninggalkan sholat. Titik. Sholat adalah tiang agama, kalau tiang itu bengkok
atau bahkan rubuh, hilanglah pegangan hidup.
Itulah
mengapa rinduku kepada Masjid Baiturrahman, kutitipkan rinduku kepada Allah
Yang Maha Mengetahui dan Mendengar agar rindu ini tetap terjaga dan tak
berlebihan, agar tetap berkonsentrasi kepada rindu yang sesungguhnya yaitu
rumah , rumah masa depan untuk berjumpa dengan Allah.
Begitu
kontras bukan? Urusan dunia akan habis oleh waktu, tinggal kapan titipan itu
diambil kembali oleh yang berhak. Urusan dunia sudah diatur, tak perlu
khawatir, selama mengejar akhirat dengan mengingat Allah, urusan dunia akan
mengikutimu selama kamu hidup. Hadirkan Allah disetiap waktu, karena kematian
sudah pasti datang.
Ya
Allah, Titip Rindu Masjid Baiturrahman Semarang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar