Kamis, 11 Juli 2013

JAMBI ISTIMEWA

Mengenai Provinsi Jambi

      Jambi adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera, terletak di tengah pesisir timur tepatnya. Dengan nama ibu kotanya yang sama persis dengan nama provinsinya, tak heranlah memudahkan masyarakat mengenal dan menghafal provinsi ini. Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0,45° Lintang Utara, 2,45° Lintang Selatan dan antara 101,10°-104,55° Bujur Timur. Di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah Timur dengan Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Luas Provinsi Jambi adalah 53.435 km2, ditambah dengan masyarakatnya yang heterogen, terdiri dari masyarakat asli Jambi, yakni Suku Melayu yang menjadi mayoritas di Provinsi Jambi. Selain itu juga ada Suku Kerinci di daerah Kerinci dan sekitarnya yang berbahasa dan berbudaya mirip Minangkabau. Secara sejarah dan budaya merupakan bagian dari varian Rumpun Minangkabau. Juga ada suku-suku asli pedalaman yang masih primitif yakni Suku Kubu dan Suku Anak Dalam. Adat dan budaya mereka dekat dengan budaya Minangkabau. Selain itu juga ada pendatang yang berasal dari Minangkabau, Batak, Jawa, Sunda, Cina, India dan lain-lain.
Nah, sekarah kalian sudah sedikit mengenal provinsi ini kan? Setidaknya dapat memberi informasi bagi kalian semua jika ingin pergi ke sini. Sebetulnya itu adalah permulaan alias pendahuluan saja, karena aku akan menceritakan keistimewaan provinsi ini melalui cerita pengalamanku lewat Trip to Jambi.

Trip to Jambi

          Pada 21 Juni 2013 lalu, keluargaku berencana pergi ke rumah Om Arif yang sudah tinggal selama 11 tahun di Jambi. Tak ada niatan untuk ikut awalnya, karena tanggal 23 Juni 2013 akan ada acara perpisahan Kepala Sekolah tempat aku mengajar. Dilema memang, tapi ketika aku bertanya pada diriku, inginku mencari sesuatu yang baru di sana, meninjau tentang hobbyku yang suka traveling dan backpakeran. Sehari sebelum hari keberangkatan, tepatnya 20 Juni 2013, Om aku yang bekerja sekantor denganku mengatakan, bersedia akan mengijinkan ke kepala sekolah jika aku berencana ikut. Akhirnya, hari itu juga aku pulang ke Semarang dan menelpon Bapak agar dipesankan tiket perjalanan via Bus.
           Pukul 18.00 WIB, kami (Bapak, Aku, Nenek, dan Adik) berangkat menuju ke pool Bus Ramayana di daerah Terminal Banyumanik, Semarang. Kala itu, harga tiket Rp 340.000, 00 (Bus VIP), lumayanlah bila dibanding naik pesawat. Nah...bagi yang suka menikmati perjalanan beberapa hari, alangkah cocoknya jika bepergian naik bus hehehehe....
            Seharusnya jika tepat waktu, pada 22 Juni 2013 sebelum matahari terbit, bus yang kami tumpangi sudah siap menyebrang dari Pelabuhan Merak, Jawa Barat. Akan tetapi, apa daya jika kemacetan mengambil alih, kemacetan terjadi di Tegal dan Indramayu akibat perbaikan jalan, total perjalanan kami tertunda selama 12 jam. Ditambah lagi pada saat itu, terjadi penumpukan kendaraan bermotor yang mengantri di SPBU karena dampak dari kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak.
             Antrian kendaraan kembali terjadi di pintu tol Cikampek, perjalanan kami pun terhenti selama 2 jam. Setelah itu, kembali lancar hingga memasuki Pelabuhan Merak. Kami pun menyebrang Selat Sunda pukul 16.30 WIB pada tanggal 22 Juni 2013.
                Aku pun segera naik ke kabin Kapal dan melihat pemandangan, pertama hanya terhampar lautan yang tenang tanpa ombak. Tak ada yang istimewa di hipotesa awalku, tapi setelah aku berjalan menuju ke bagian depan kapal, terlihat jelas matahari menyemburkan cahaya jingga dan terlihat hijau jambrud pulau kecil, tak lama kemudian Gunung Krakatau melambaikan keindahannya agar orang-orang melihatnya takjub,
Subhanallah.....! Indah sekali....!
Adzanpun berkumandang dan sebentar lagi ujung Pulau Sumatera akan terlihat. Tepat pukul 18.45 WIB kapal merapat di Pelabuhan Bakaheuni. Kami melanjutkan perjalanan di malam hari. Tapi, disepanjang perjalanan, restorant yang kami singgahi, kebanyakan menghidangkan makanan bersantan, daging dan ikan, masakan padang rata-rata, sehingga jarang kami jumpai menjual sayur seperti di Jawa dan rata-rata dibandrol dengan harga Rp 25.000,00 s.d. Rp 40.000,00, ga cocok untuk orang yang pergi ala backpacker. Ada baiknya jika sebelum berangkat menyiapkan kebutuhan logistik, seperti membawa lauk dari rumah sehingga cukup hanya membeli nasi putih saja, atau membawa mie instan cup.
Kami melewati Lampung dan Palembang sebelum ke Jambi, Kemacetan terjadi lagi di Lampung, lagi-lagi karena perbaikan jalan. Sepanjang perjalanan, tepatnya di Kabupaten OKU, aku menjumpai rumah-rumah dibangun berarsitektur kayu dan panggung. Kanan kiri selang seling terdapat kebun kelapa sawit dan karet. Pukul 16.00 WIB tanggal 23 Juni 2013, kami tiba di Jambi. Alhamdulillah.

Jambi Istimewa

              Akhirnya, bisa beristirahat juga, setelah 3 hari 2 malam duduk di dalam bus. Keesokan harinya, Senin, 24 Juni 2013, kami melanjutkan perjalanan melihat-lihat provinsi Jambi. Provinsi Jambi terbagi menjadi 11 Kabupaten yaitu Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Bungo, Kabupaten Kerinci, Kabupaten Merangin, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Jabo, Kota Jambi, dan Kota Sungai Penuh. Berhubung tempat tugas saudara berada di Tanjung Jabung Barat yang beribu kota di Kuala Tungkal, maka pukul 06.00 WIB kami berangkat, perjalanan ditempuh selama 1,45 jam dari kota Jambi. Jalan menuju ke Kuala Tungkal, kondisinya sepi dan mayoritas beraspal bagus, masih banyak dijumpai kebun kelapa sawit sebagai sumber perekonomian terbesar . Tiba di sana, kami beristirahat  sebelum melihat-lihat isi Kota Kuala Tungkal pada sore hari.
           
Demografi Kabupaten ini terletak di muara, lautnya berwarna coklat susu, memiliki pelabuhan banyak, dan mayoritas hasil perekonomian dari tangkapan laut. Aktivitas teramai hilir mudik kapal nelayan dan kapal barang menuju ke Riau.
Kontur tanah rawa, menjadikan tempat tinggal di sini memakai rumah panggung. Masih ditemui pohon rumbia, pohon kelapa dan tumbuhan rawa lainnya.


        
Memang, mayoritas arsitektur rumah di Kuala Tungkal memakai  dinding kayu tetapi ada juga yang telah bertembok, tetapi uniknya meskipun bertembok bagian bawah atau pondasi rumah memakai pengganjal layaknya rumah panggung, terlihat seperti gambar di samping ini. Kebanyakan beratapkan seng.
Informasi yang didapatkan dari warga setempat, rumah di sini memakai kayu karena intensitas munculnya petir lebih banyak dengan kapasitas skala kategori sering baik ketika hujan ataupun tidak, sehingga cenderung mengakibatkan kebakaran. Hal ini mengingatkan bahwa sifat kayu sebagai isolator panas, dapat menghambat panas dan arus listrik.

Keeksotisan Kuala tungkal tak berhenti di sini saja, ekosistem di sini masih dalam karegori baik, masyarakat yang berpadu dengan alam. Habitat yang masih hijau menjadikan tempat tinggal yang nyaman bagi  hewan primata. Foto ini diambil ketika menuju ke pelabuhan, tanpa aku sengaja melihat primata ini asik bercanda dengan koloninya di beberapa pohon. Hehehehe....... petualangan banget....! Jarang-jarang liat objek langka.....


Pelabuhan dibangun dengan apik dan jumlahnya tidak hanya satu, hal ini disesuaikan dengan fungsinya, lebih dari 20 kapal berlabuh setiap harinya di dermaga. Tak hanya itu, pelabuhan di sini layaknya tempat wisata masyarakat Tungkal. Aktifitas terpadat di jumpai di sini. Ditambah pusat perdagangan seperti pasar, rumah makan, tak jauh dari area pesisir dekat pelabuhan. Tapi sayangnya kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya kebersihan masih kurang. Banyak dijumpai sampah-sampah organik maupun anorganik, limbah rumah tangga atau limbah ikan di buang sembarangan. Bahkan dikolong rumah panggung banyak sampah berserakan. Tak hanya itu, sampah-sampah juga dibuang di laut. Arus laut di sini sangat kuat, itulah mengapa dimanfaatkan masyarakat untuk menghanyutkan sampah. Walaupun demikian, itu tidak patut dicontoh, lebih baiknya jika dibangun TPA (tempat pembuangan Akhir) yang memadai. PR dech bagi Pak Bupati Tanjung Jabung Barat ! Semangat Paaaaaakkkkk!
Transportasi nih....! Hey hey hey.... mengapa di Jambi tidak ada taxy? heheh....
Selama di Jambi memang sama sekali tidak menemukan taxy dan sedikit ditemui bus kota. Tetapi di sini ada angkutan umum, itupun khusus di ibu kota provinsi. Oleh karena itu, jika ingin berjalan-jalan melihat-lihat isi kota sambil olah raga, ada baiknya nih pake sepeda. Tapi persiapkan stamina karena jalan di sini naik turun. OK!

Sepeda seperti itu banyak dijual di Jambi, modelnya pendek dengan tempat duduk yang dapat ditinggikan. Sepeda itu juga banyak saya temui di jual di Kuala Tungkal, harga sekitar 1 jutaan sampai 5 jutaan lebih. Barang diambil dari Singapore. Mana nih barang buatan Indonesia asli ya..... hehehe

Lima Hari berada di Kuala Tungkal, akhirnya kembali ke Kota Jambi, tempat wisata yang terakhir di kunjungi adalah Ancol, Pinggiran Sungai Batang Hari. Ancol mirip dengan pujasera untuk tempat nongkrong anak muda, banyak penjual jagung bakar dan minuman instan dijajakan di sini, ada juga es tebu. Cuma bedanya tebu yang akan dibuat minuman dikupas kulit hitamnya, sehingga airnya berwarna hijau pupus, itu sangat kontras bedanya dengan yang ada di Semarang. Tebu di Semarang tidak dikupas kulitnya, sehingga airnya berwarna coklat dan rasa air tebu lebih manis yang ada di Jawa.
Cuma yang mengganggu pemandangan adalah sampah di pinggir Sungai Batang Hari. Sayang sekali loh! kerena Sungai Batang Hari (atau Sungai Hari) adalah sungai terpanjang di pulau Sumatera sekitar 800 km, kalau dikotori bakal tidak indah lagi. Dijumpai aktivitas pengerukan dan pertambangan yang dapat memicu rusaknya sungai ini. Sungai ini terlihat jernih sebetulnya, tapi sayang kan kalau dikotori, coba lihat pantulan cahaya Matahari, indahkan? Sungai Batang Hari dimanfaatkan sebagai sumber air minum, PDAM, perikanan, pertanian, dan sarana transportasi oleh masyarakat Jambi. Tak Khayal jika identik dengan Provinsi jambi, bahkan Kode Plat nomor kendaraan provinsi ini memakai BH (Batang Hari).  
Dua minggu kuhabiskan di Provinsi jambi, luar biasa yang di dapatkan. Sumatera tak selamanya terbelakang, seperti yang dibayangkan dalam benakku, tapi disisi lain menyimpan keistimewaan. Di sini juga ada pusat perbelanjaan, alun-alun tempat wisata, pasar induk, dan lain-lain. Tapi kesimpulan yang di dapat adalah Langit Pulau Sumatera sama indahnya dengan langit Pulau Jawa. Langit Indonesia tak kalah indah dari langit negara lain. Inilah perjalanan,....
Saatnya come back to Java. Minggu, 7 Juli 2013.... Good bye Jambi. I will back, I'm promise!